Langsung ke konten utama

Budaya Organisasi

Perusahaan Jepang, baik yang ada di Indonesia ataupun luar negeri terkenal sangat unggul dan termasuk cepat dalam mencapai tangga kesuksesan, karena menggunakan pendekatan adaptasi budaya dalam penjualan produknya. Keunggulan kompetitif produk Jepang adalah budaya organisasi yang akan menjadi “key-drivers. Budaya organisasi adalah “soft side,” sedangkan bagian “hard side” meliputi struktural, sistem produksi, teknologi, dan desain.

1. Pengertian Budaya Organisasi

Schein (dalam Munandar, 2001) menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari, baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi. Schein (dalam Munandar, 2001) juga menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari 3 tingkat. Pertama , adalah perilaku dan artifact, terdiri dari perilaku yang dapat diamati. Kedua adalah nilai-nilai, terdiri dari pola-pola perilaku yang tidak dapat terlihat. Ketiga adalah tingkatan paling dalam yang menjadi dasar dari nilai-nilai, disebut sebagai beliefs.

Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (dalam Munandar, 2001) budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Van Muijen, Den Hartog, dan Koopman (dalam Munandar, 2001) mendefinisikan budaya organisasi sebagai kumpulan dari nilai, norma, ungkapan, dan perilaku yang ikut menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi saling berhubungan dan sebesar apa para anggota organisasi menggunakan tenaga dalam pekerjaan dan organisasinya. Andre (2008) menjelaskan budaya organisasi sebagai sebuah sistem dalam organisasi mengenai keseluruhan nilai dan norma yang mengatur tingkah laku, sikap dan keyakinan anggota organisasi.

Kreitner dan Kinicki (2008) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah himpunan bersama yang di dalamnya terdapat proses memberi dan menerima asumsi secara implisit mengenai kelompok, dan menentukan bagaimana kelompok tersebut memandang dan memberikan reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan definisi tersebut, terlihat adanya tiga karakteristik penting dari sebuah budaya organisasi yaitu :
a. Pertama, bahwa budaya organisasi adalah sesuatu yang sifatnya diteruskan kepada karyawan baru melalui proses sosialisasi.
b.  Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja.
c.  Ketiga, budaya organisasi beroperasi di tingkat yang berbeda.

Kreitner dan Kinicki (2008) menambahkan bahwa sebuah budaya organisasi terbentuk oleh empat komponen, yaitu :
1. Nilai-nilai yang dimiliki oleh para pendirinya
2. Lingkungan industri dan bisnis,
3. Budaya nasional, dan visi dan
4. Perilaku yang dimiliki oleh pemimpin senior perusahaan tersebut.

Selanjutnya, budaya organisasi ini mempengaruhi struktur organisasi yang diadopsi oleh perusahaan dan sejumlah praktisi, kebijakan, dan prosedur yang diimplementasikan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Melalui beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka saya dapat menyimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dalam organisasi yang berisi sekumpulan nilai dan norma, menentukan bagaimana para anggota organisasi berpikir, berperasaan, dan bereaksi terhadap aktivitas yang terjadi di sekitar organisasi tersebut.


2.Fungsi Budaya Organisasi

Robbins (2003) menjelaskan bahwa sebuah budaya organisasi memiliki 4 fungsi yang berperan besar dalam perkembangan dalam sebuah organisasi, yaitu:

1. Culture as liability
Budaya yang terdapat dalam organisasi dapat memperkuat komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari perilaku karyawan dalam perusahaan. Dilihat dari sudut pandang karyawan, budaya organisasi sangat berharga karena dapat mengurangi ambiguitas (ketidakjelasan). Hal ini dikarenakan, budaya organisasi mampu memberikan penjelasan pada karyawan mengenai bagaimana melakukan sebuah pekerjaan dan hal apa saja yang penting. Dengan demikian, culture as liability merupakan fungsi budaya organisasi untuk menjamin komitmen karyawan agar tidak menyimpang dari tujuan organisasi.

2. Barrier to change
Budaya organisasi menjadi sebuah kewajiban yang harus ditaati oleh para karyawan karena nilai-nilai yang terdapat dalam budaya tersebut dapat memajukan efektivitas dari sebuah organisasi. Hal ini terjadi ketika lingkungan sekitar organisasi dinamis. Ketika lingkungan tersebut mengalami perubahan yang sangat cepat, budaya yang tertanam dalam organisasi mungkin tidak lagi sesuai, sehingga konsistensi dari perilaku karyawan adalah aset yang dimiliki oleh organisasi untuk kembali menstabilkan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat membebani organisasi itu sendiri, dan membuatnya sulit untuk merespon perubahan dalam lingkungan, sehingga pada akhirnya budaya yang tertanam begitu kuat akan menjadi penghalang tersendiri bagi organisasi karena bisnis yang sebagaimana biasa dijalankan tidak lagi efektif. Dengan demikian, barrier to change merupakan fungsi organisasi untuk menjaga kestabilan anggota organisasi saat organisasi sedang mengalami perubahan di lingkungan sekitarnya.

3. Barrier to diversity
Fungsi budaya organisasi bagian ini adalah untuk mengikat keanekaragaman pendapat yang dimiliki oleh masing-masing anggota organisasi. Fungsi ini bertujuan agar para anggota organisasi tetap berada pada satu langkah menuju tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

4. Barrier to acquisitions and mergers
Pada awalnya, faktor kunci yang membuat pihak manajemen mengambil keputusan untuk melakukan akuisisi (pengambilalihan) atau penggabungan perusahaan adalah masalah keuntungan dan sinergi produk. Dalam beberapa tahun terakhir, hal ini menjadi perhatian utama dari para peneliti apakah akuisisi atau penggabungan perusahaan yang dilakukan memang sesuai dengan budaya yang berada dalam
organisasi tersebut atau tidak. Jadi, fungsi budaya organisasi dalam hal ini adalah untuk mencegah terjadinya akuisisi atau penggabungan perusahaan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi dalam suatu perusahaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Kehamilan Ektopik (Ectopic Pregnancy)

“Perjalanan Bangkit dari Ectopic Pregnancy (Kehamilan Ektopik)” Tergugah untuk share tentang pengalaman ini sebagai tanda "kekuatan" untuk para pejuang KE di luar sana.. Beginning . . . 06 Desember 2014 saya menikah. Sebagai pasangan pengantin baru, keinginan yang paling membludak dalam hati adalah “memiliki anak”. Apakah itu wajar? Ya, pastilah sangat wajar. Salah satu tujuan berumah tangga pasti untuk memiliki keturunan, generasi penerus dalam keluarga. Ditambah lagi, saat bertemu kerabat atau teman, pertanyaan yang paling sering mereka lontarkan adalah “Sudah hamil belum?”, dibandingkan dengan bertanya mengenai kabar diri saya atau suami sendiri. Jadilah, saya semakin gundah gulana saat bulan Januari kok “tamu bulanan” masih datang juga. Ah, pasti ada yang salah nih dengan metode “reproduksi anak” yang saya dan suami lakukan. Jadilah saya merengek pada suami untuk mencari tahu dan bertanya pada teman-temannya yang istrinya “cepat hamil”, bagaimana sih metode re

Tingkah Laku Inovatif

Definisi Tingkah Laku Inovatif.. Semakin bertambahnya persaingan di dunia bisnis saat ini menuntut organisasi untuk melakukan inovasi guna kepentingan perubahan dalam bertahan dan berkompetisi. Inovasi dalam sebuah organisasi dapat terjadi jika organisasi memiliki karyawan dengan tingkah laku inovatif yang tinggi. Karyawan yang berinisiatif untuk melakukan inovasi pada organisasinya memang dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap efektivitas organisasi (Ancona & Caldwell; Amabile; &Kanter dalam Nindyati, 2009). Scott dan Bruce (dalam Carmeli, Meitar, & Weisberg, 2006) juga menemukan bahwa tingkah laku inovatif yang dilakukan oleh individu merupakan pondasi bagi high performance sebuah perusahaan. Ditambah lagi, karyawan yang produktif pada saat ini adalah karyawan yang termasuk ke dalam generasi Y. Karakteristik khusus dari generasi Y ini adalah keinginan melakukan inovasi. Keberhasilan dari hal ini adalah adanya tingkah laku yang nyata untuk mewujudkan inovas

and "The Vow" has made them back together . .

Kisah yang diceritakan di film ini terinsiprasi dari sebuah "true events" . . yah, ceritanya sih memang hampir sama seperti beberapa film pendahulu nya, tapi film ini mampu menonjolkan sisi "romantic" yang beda dan sangat menyentuh.. diperankan oleh Channing Tatum (Leo Collins) dan one of my favorite actress Rachel McAdams (Paige Collins), film ini jadi semakin menarik. . . settingnya kebanyakan mengambil suasana musim salju, jadi more more romantic deh . . hehee alur konflik dalam film ini memang gak begitu klimaks, cumaa karena dipackage dengan pemain dan suasana yang bagus, jadinya kekurangan di bagian itu bisa tercover lah .  Jadi, ceritanya tuh setelah beberapa tahun menikah dan hidup bersama, Leo dan Paige mengalami kecelakaan mobil yang mengakibatkan Paige mengalami amnesia.. Paige sama sekali tidak mengingat Leo sebagai suaminya, ya bisa dibilang short term memory nya yang terhapus. Leo berusaha sangat keras untuk membantu Paige memulihkan ingat