Tingkah
laku inovatif pada awalnya berasal
dari bahasa Latin, yaitu innovare yang
berarti “membuat sesuatu yang baru” (Tidd, Bessant, & Pavitt, dalam Ahmad,
2009). Thompson (dalam Ahmad, 2009)
mendefinisikan tingkah laku inovatif sebagai penerimaan, pembentukan generasi,
dan pelaksanaan ide-ide baru, proses, produk ataupun jasa. Menurut Wess dan
Farr (dalam De Jong & Hartog, 2003) tingkah laku inovatif adalah semua perilaku
individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan
hal-hal ‘baru’ yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Tingkah laku
inovatif ini identik dengan inovasi inkremental, karena melibatkan semua pihak
sehingga sistem pemberdayaan sangat diperlukan dalam prosesnya.
Tingkah laku inovatif dalam dunia
organisasi merupakan sebuah proses perubahan yang menghasilkan sesuatu dalam
bentuk produk, proses, atau prosedur yang bersifat baru dalam sebuah organisasi
(Zaltm, Duncan, & Holbek, dalam Ahmad, 2009). Sementara Damanpour (dalam
Ahmad, 2009) mendefinisikan tingkah laku inovatif sebagai sebuah pembentukan
generasi, perkembangan, dan implementasi ide baru atau perilaku yang dapat
berupa produk atau pelayanan baru, proses produksi baru, struktur atau system
administrasi baru, serta program kerja baru bagi anggota organisasi. Tingkah
laku inovatif bukan hanya sebuah intensi untuk membangkitkan ide baru, tetapi
juga memperkenalkan dan mengaplikasikan ide tersebut dan berkaitan dengan semua
hal yang bertujuan untuk meningkatkan performance
dalam perusahaan (Jansen, Kanter, West, Farr, Scott, dan Bruce dalam
Carmeli, Meitar, & Weisberg ,2006).
Menurut Batteman dan Grant (dalam
Sazandrishvili, 2009) tingkah laku inovatif merupakan perilaku yang secara
langsung dan sengaja mengubah sesuatu dengan cara menciptakan keadaan yang
berbeda dengan keadaan yang sedang aktif pada saat itu. Grant (dalam
Sazandrishvili, 2009) menambahkan bahwa konstruk yang terdapat dalam tingkah
laku inovatif dianggap sebagai elemen yang sangat penting bagi kelangsungan
sebuah organisasi, karena mengarah pada pelaksanaan cara-cara baru dan
memberikan keuntungan bagi organisasi.
Scott dan Bruce (dalam Van der Vegt &
Janssen, 2003) memahami tingkah laku inovatif yang terdapat dalam dunia kerja
sebagai perilaku kompleks yang terdiri dari tiga set perilaku yang berbeda,
yaitu pembentukan sebuah ide, mempromosikan ide, dan merealisasikan ide
tersebut. Ketika seorang karyawan telah menghasilkan sebuah ide, maka tugas
selanjutnya adalah mencari teman atau sponsor untuk membangun koalisi guna
membangun koalisi di belakangnya (Galbraith & Kanter dalam Van der Vegt &
Janssen, 2003). Tugas terakhir adalah bagaimana merealisasikan gagasan yang
telah dimiliki dengan cara memproduksi sebuah model yang dapat diuji coba dan
pada akhirnya diterapkan dalam situasi pekerjaan, kelompok, atau organisasi
secara keseluruhan. (Kanter, dalam Van der Vegt & Janssen, 2003).
-dindadiffa-
Komentar
Posting Komentar